Kamis, November 24, 2011

Lautan Rindu Untuk Ayah

Masih teringat ketika kau membelikan ku sepotong pakaian dan pada waktu itu aku menolaknya
karena warnanya tak aku suka, kau pun berkata kepadaku "bapak tidak akan pernah membelikan kamu baju lagi". perkataanmupun terbukti di tahun berikutnya kaupun tak ada, jangankan sepotong pakaian senyuman hangatpun tak ada.

Penyesalanpun tak guna, ku ingin dekap tubuhmu yang penuh dengan lelah
ku ingin menyeka wajahmu yang bercucuran air keringat
untaian do'a terangkai untukmu
ayah semoga kau mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah...aamiin

Jumat, November 04, 2011

Kemuliaan dan Keutamaan Aisyah


Beliau adalah Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah binti Abu Bakr, Shiddiqah binti Shiddiqul Akbar, istri tercinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lahir empat tahun setelah diangkatnya Muhammad menjadi seorang Nabi. Ibu beliau bernama Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams bin Kinanah yang meninggal dunia pada waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup yaitu tepatnya pada tahun ke-6 H.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah dua tahun sebelum hijrah melalui sebuah ikatan suci yang mengukuhkan gelar Aisyah menjadi ummul mukminin, tatkala itu Aisyah masih berumur enam tahun. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membangun rumah tangga dengannya setelah berhijrah, tepatnya pada bulan Syawwal tahun ke-2 Hijriah dan ia sudah berumur sembilan tahun. Aisyah menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku pasca meninggalnya Khadijah sedang aku masih berumur enam tahun, dan aku dipertemukan dengan Beliau tatkala aku berumur sembilan tahun. Para wanita datang kepadaku padahal aku sedang asyik bermain ayunan dan rambutku terurai panjang, lalu mereka menghiasiku dan mempertemukan aku dengan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Abu Dawud: 9435). Kemudian biduk rumah tangga itu berlangsung dalam suka dan duka selama 8 tahun 5 bulan, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammeninggal dunia pada tahun 11 H. Sedang Aisyah baru berumur 18 tahun.
Aisyah adalah seorang wanita berparas cantik berkulit putih, sebab itulah ia sering dipanggil dengan “Humaira”. Selain cantik, ia juga dikenal sebagai seorang wanita cerdas yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkannya untuk menjaid pendamping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdalam mengemban amanah risalah yang akan menjadi penyejuk mata dan pelipur lara bagi diri beliau. Suatu hari Jibril memperlihatkan (kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) gambar Aisyah pada secarik kain sutra berwarna hijau sembari mengatakan, “Ia adalah calon istrimu kelak, di dunia dan di akhirat.” (HR. At-Tirmidzi (3880), lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi (3041))
Selain menjadi seorang pendamping setiap yang selalu siap memberi dorongan dan motivasi kepada suami tercinta di tengah beratnya medan dakwah dan permusuhan dari kaumnya, Aisyah juga tampil menjadi seorang penuntut ilmu yang senantiasa belajar dalam madrasah nubuwwah di mana beliau menimba ilmu langsung dari sumbernya. Beliau tercatat termasuk orang yang banyak meriwayatkan hadits dan memiliki keunggulan dalam berbagai cabang ilmu di antaranya ilmu fikih, kesehatan, dan syair Arab. Setidaknya sebanyak 1.210 hadits yang beliau riwayatkan telah disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim dan 174 hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari serta 54 hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Sehingga pembesar para sahabat kibar tatkala mereka mendapatkan permasalahan mereka datang dan merujuk kepada .

Kedudukan Aisyah di Sisi Rasulullah

Suatu hari orang-orang Habasyah masuk masjid dan menunjukkan atraksi permainan di dalam masjid, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Aisyah, “Wahai Humaira, apakah engkau mau melihat mereka?” Aisyah menjawab, “Iya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan pintu, lalu aku datang dan aku letakkan daguku pada pundak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku tempelkan wajahku pada pipi beliau.” Lalu ia mengatakan, “Di antara perkataan mereka tatkala itu adalah, ‘Abul Qasim adalah seorang yang baik’.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan, “Apakah sudah cukup wahai Aisyah?” Ia menjawab: “Jangan terburu-buru wahai Rasulullah.” Maka beliau pun tetap berdiri. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi lagi pertanyaannya, “Apakah sudah cukup wahai Aisyah?” Namun, Aisyah tetap menjawab, “Jangan terburu-buru wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aisyah mengatakan, “Sebenarnya bukan karena aku senang melihat permainan mereka, tetapi aku hanya ingin memperlihatkan kepada para wanita bagaimana kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadapku dan kedudukanku terhadapnya.” (HR. An-Nasa’i (5/307), lihat Ash Shahihah (3277))

Canda Nabi kepada Aisyah

Aisyah bercerita, “Suatu waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang untuk menemuiku sedang aku tengah bermain-main dengan gadis-gadis kecil.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, “Apa ini wahai Aisyah.” Lalu aku katakan, “Itu adalah kuda Nabi Sulaiman yang memiliki sayap.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa. (HR. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat (8/68), lihat Shahih Ibnu Hibban (13/174))
Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah dan Aisyah menang. Aisyah bercerita, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlari dan mendahuluiku (namun aku mengejarnya) hingga aku mendahuluinya. Tetapi, tatkala badanku gemuk, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak lomba lari lagi namun beliau mendahului, kemudian beliau mengatakan, “Wahai Aisyah, ini adalah balasan atas kekalahanku yang dahulu’.” (HR. Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 23/47), lihat Al-Misykah (2.238))

Keutamaan-

Banyak sekali keutamaan yang dimiliki oleh Ibunda Aisyah, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan dalam sabdanya:
“Orang yang mulia dari kalangan laki-laki banyak, namun yang mulia dari kalangan wanita hanyalah Maryam binti Imron dan Asiyah istri Fir’aun, dan keutamaan Aisyah atas semua wanita sepeerti keutamaan tsarid atas segala makanan.” (HR. Bukhari (5/2067) dan Muslim (2431))
Beberapa kemuliaan itu di antaranya:
Pertama: Beliau adalah satu-satunya  shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi tatkala gadis, berbeda dengan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain karena mereka dinikahi tatkala janda.
Aisyah sendiri pernah mengatakan, “Aku telah diberi sembilan perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun setelah Maryam. Jibril telah menunjukkan gambarku tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintah untuk menikahiku, beliau menikahiku tatkala aku masih gadis dan tidaklah beliau menikahi seorang gadis kecuali diriku, beliau meninggal dunia sedang kepalanya berada dalam dekapanku serta beliau dikuburkan di rumahku, para malaikat menaungi rumahku, Al-Quran turun sedang aku dan beliau berada dalam satu selimut, aku adalah putri kekasih dan sahabat terdekatnhya, pembelaan kesucianku turun dari atas langit, aku dilhairkan dari dua orang tua yang baik, aku dijanjikan dengna ampunan dan rezeki yang mulia.” (Lihat al-Hujjah Fi Bayan Mahajjah (2/398))
Kedua: Beliau adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan wanita.
Suatu ketika Amr bin al-Ash bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah.” “Dari kalangan laki-laki?” tanya Amr. Beliau menjawab, “Bapaknya.” (HR. Bukhari (3662) dan Muslim (2384))
Maka pantaskah kita membenci apalagi mencela orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?!! Mencela Aisyah berarti mencela, menyakiti hati, dan mencoreng kehormatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamNa’udzubillah.
Ketiga: Aisyah adalah wanita yang paling alim daripada wanita lainnya.
Berkata az-Zuhri, “Apabila ilmu Aisyah dikumpulkan dengna ilmu seluruh para wanita lain, maka ilmu Aisyah lebih utama.” (Lihat Al-Mustadrak Imam Hakim (4/11))
Berkata Atha’, “Aisyah adalah wanita yang paling faqih dan pendapat-pendapatnya adalah pendapat yang paling membawa kemaslahatan untuk umum.” (Lihat al-Mustadrok Imam Hakim (4/11))
Berkata Ibnu Abdil Barr, “Aisyah adalah satu-satunya wanita di zamannya yang memiliki kelebihan dalam tiga bidang ilmu: ilmu fiqih, ilmu kesehetan, dan ilmu syair.”
Keempat: Para pembesar sahabat apabila menjumpai ketidakpahaman dalam masalah agama, maka mereka datang kepada Aisyah dan menanyakannya hingga Aisyah menyebutkan jawabannya.
Berkata Abu Musa al-Asy’ari, “Tidaklah kami kebingungan tentang suatu hadits lalu kami bertanya kepada Aisyah, kecuali kami mendapatkan jawaban dari sisinya.” (Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi (3044))
Kelima: Tatkala istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pilihan untuk tetap bersama Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dengna kehidupan apa adanya, atau diceraikan dan akan mendapatkan dunia, maka Aisyah adalah orang pertama yang menyatakan tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimanapun kondisi beliau sehingga istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain mengikuti pilihan-pilihannya.
Keenam: Syari’at tayammum disyari’atkan karena sebab beliau, yaitu tatkala manusia mencarikan kalungnya yang hilang di suatu tempat hingga datang waktu Shalat namun mereka tidak menjumpai air hingga disyari’atkanlah tayammum.
Berkata Usaid bin Khudair, “Itu adalah awal keberkahan bagi kalian wahai keluarga Abu Bakr.” (HR. Bukhari (334))
Ketujuh: Aisyah adalah wanita yang dibela kesuciannya dari langit ketujuh.
Prahara tuduhan zina yang dilontarkan orang-orang munafik untuk menjatuhkan martabat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam lewat istri beliau telah tumbang dengan turunnya 16 ayat secara berurutan yang akan senantiasa dibaca hingga hari kiamat. Allah Subhanahu wa Ta’ala mempersaksikan kesucian Aisyah dan menjanjikannya dengan ampunan dan rezeki yang baik.
Namun, karena ketawadhu’annya (kerendahan hatinya), Aisyah mengatakan, “Sesungguhnya perkara yang menimpaku atas diriku itu lebih hina bila sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tetnangku melalui wahyu yang akan senantiasa dibaca.” (HR. Bukhari (4141))
Oleh karenanya, apabila Masruq meriwayatkan hadits dari Aisyah, beliau selalu mengatakan, “Telah bercerita kepadaku Shiddiqoh binti Shiddiq, wanita yang suci dan disucikan.”
Kedelapan: Barang siapa yang menuduh beliau telah berzina maka dia kafir, karena Al-Quran telah turun dan menyucikan dirinya, berbeda dengan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain.
Kesembilan: Dengan sebab beliau Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyari’atkan hukuman cambuk bagi orang yang menuduh wanita muhShanat (yang menjaga diri) berzina, tanpa bukti yang dibenarkan syari’at.
Kesepuluh: Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, Beliau memilih tinggal di rumah Aisyah dan akhirnya Beliau pun meninggal dunia dalam dekapan Aisyah.
Berkata Abu Wafa’ Ibnu Aqil, “Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih untuk tinggal di rumah Aisyah tatkala sakit dan memilih bapaknya (Abu Bakr) untuk menggantikannya mengimami manusia, namun mengapa keutamaan agung semacam ini bisa terlupakan oleh hati orang-orang Rafidhah padahal hampir-hampir saja keutamaan ini tidak luput sampaipun oleh binatang, bagaimana dengan mereka…?!!”
Aisyah meninggal dunia di Madinah malam selasa tanggal 17 Ramadhan 57 H, pada masa pemerintahan Muawiyah, di usianya yang ke 65 tahun, setelah berwasiat untuk dishalati oleh Abu Hurairah dan dikuburkan di pekuburan Baqi pada malam itu juga. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’alameridhai Aisyah dan menempatkan beliau pada kedudukan yang tinggi di sisi Rabb-Nya. Aamiin.
Mutiara Teladan
Beberapa teladan yang telah dicontohkan Aisyah kepada kita di antaranya:
  1. Perlakuan baik seorang istri dapat membekas pada diri suami dan hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi seorang suami yang akan selalu ia kenang hingga ajal menjemputnya.
  2. Hendaklah para wanita menjaga mahkota dan kesuciannya, karena kecantikan dan keelokan itu adalah amanah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus senantiasa ia jaga dan tidaklah boleh dia peruntukkan kecuali kepada yang berhak atasnya.
  3. Hendaklah para istri mereka belajar dan mencontoh keShalihan suaminya. Istri, pada hakikatnya adalah pemimpin yang di tangannya ada tanggung jawab besar tentang pendidikan anak dan akhlaknya, karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Wallahu A’lam.
Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 06 Tahun kiadhan 1427 H / Oktober 2006

Pemilik Kebun



Matahari yang terbit dari sebelah timur tanpa mendung mengumumkan kedatangan sebuah pagi yang baru. Semesta alam menghirup angin pagi yang sepoi-sepoi, dan orang-orang mukmin pun melihat keagungan Allah pada makhluknya.

Keagungan tersebut adalah matahari yang terbit dengan sinar keemasannya yang hampir-hampir merenggut pengihatan,  setelah sebelumnya pada waktu malam tidak terlihat karena berada di belahan bumi yang lain.


Juga langit yang cerah seolah sedang membanggakan kebiruannya yang tak tercampuri awan; serta suara-suara burung yang memenuhi setiap tempat di kebun seorang Syaikh yang shalih, yaitu  Syaikh ‘Abdullah.

Kebun milik Syaikh dipenuhi oleh berbagai kebaikan berupa buah-buahan yang menghiasi ranting-ranting pohon, sehingga kebun Syaikh menjadi seperti salah satu surga Allah di muka bumi.
Oeh karena itulah, penduduk Dharawan menamakan kebun itu dengan sebutan ‘surga’. Sungguh, kebun itu benar-benar telah menjadi salah satu surga, sebab Syaikh yang shalih telah bekerja keras untuk menyemai dan menanam pepohonannya. Dia juga merawat tanaman dan pohon buah-buahan itu hingga pohon itu menghasilkan buahnya pada setiap musim.
Syaikh Shalih tak lain hanyalah seorang mukmin yang mengetahui hak-hak Allah pada harta, buah-buahan, dan tanam-tanamannya. Setiap masa panen tiba, dia selalu mengeluarkan hak Allah berupa zakat dari buah-buahan kebunnya yang seperti surga, sehingga kebunnya itu menjadi berkah dan dengan izin Allah dapat menghasilkan buahnya berlipat-lipat. Orang-orang fakir dan miskin yang ada di kota itu kemudian memakannya, sehngga kebun tersebut menjadi surga bagi orang-orang fakir disana. Mereka dapat bersenang-senang sembari makan hasil buah-buahannya yang baik. Mereka hidup bahagia di ‘surga’ Syaikh shalih, dan dia pun hidup dengan penuh keridhaan atas karunia yang telah Allah berikan kepadanya berupa rizqi yang baik lagi luas.
Disana tidak ada yang mengkhawatirkan atau mencemaskan sang Syaikh dalam kehidupannya, kecuali sikap beberapa anaknya yang sering menentangnya dalam hal zakat dan mengeluarkan shadaqah kepada orang-orang fakir. Namun demikian, Syaikh selalu berharap mereka diberi petunjuk oleh AllahSubhanahu wa Ta’ala.
Ketiga orang anak Syaikh ‘Abdullah berkumpul saat ayah mereka sedang berada di luar rumah. Tanda-tanda kemarahan dan ketidak setujuan tampak pada mereka terhadap semua yang dilakukan oleh ayah mereka, setelah dia mengeluarkan zakat tanam-tanaman dan memberikannya kepada orang-orang fakir.
Anak yang sulung berkata:  “Apa yang dilakukan oleh ayah kita dengan sedekahh yang di keluarkannya itu?”
Anak yang bungsu berkata: “Memang benar, zakat tanam-tanaman. Namun dia lupa bahwa kita benar-benar akan menjadi orang terkaya di Dharawan jika dia menjual semua hasil buah-buahannya, tanpa memberikan sebagiannya kepada orang-orang yang miskin itu.”
Anak yang pertengahan berkata: “Itu adalah hak Allah atas tanam-tanaman.”
Si bungsu berkata: “Apakah Allah memerintahkan kepada ayah untuk menyia-nyiakan harta dan memberikannya kepada setiap orang yang mengaku dirinya fakir?”
Si sulung berkata: “Atau, barangkali Allah telah memerintahkan kepadanya untuk melupakan  kita dari hasil buah-buahan itu?”
Anak yang tengah berkata: “Tidak, bahkan Allahlah yang menumbuhkan buah-buahan ini , sedang kita tidak melakukan apapun, kecuali hanya menanam benih di tanah, kemudian menyiraminya dengan air. Adapun tanam-tanaman itu , sesungguhya Allah memberikan perintah kepadanya sehingga ia menjadi besar, tumbuh, kemudian menjadi pohon setelah sebelumnya menjadi benih, lalu pepohonan itu pun memberikan buahnya dengan perintah Allah.”
Si bungsu berkata: “Ah, itu hanyalah isapan jempol belaka, tidak ada gunanya. Yang jelas, setiap hari kitalah yang menyiraminya dengan air, memelihara dan menjaganya dari hama.”
Anak yang tengah berkata: “Bahkan Allah lah yang menjaganya dari tertimpa api yang akan membakarnya, atau dari hujan yang akan menenggelamkannya, atau bahkan dari hama yang tidak dapat kita lihat atau kita atasi. Apa yang dikeluarkan oleh ayah kita adalah sebagian dari hak Allah dan bukan seluruhnya. Seandainya Allah memerintahkan kita mengeluarkan hak itu seluruhnya, niscaya kita tidak akan kebagian apapun.”
Si sulung berkata: “Kami mengakui terhadap hak Allah, tapi apakah Allah memerintahkan agar ayah kita memeberikannya kepada orang-orang fakir dan miskin?”
Anak yang tengah menjawab: “Ya, sebab Allah telah membarikan kita harta dan buah-buahan, dan Dia menjadikan kita orang-orang yang mendapatkan amanah pada kedua hal itu. Sementara Allah pun menjadikan sebagian orang sebagai orang-orang fakir, agar orang kaya memberikan sebaian hartanya kepada orang yang fakir, sehingga mereka dapat hidup. Jika kita tidak memberikan apa pun kepada orang-orang yang fakir, darimana mereka dan keluarganya akan makan?”
Anak sulung berkata: “Lalu kenapa setiqp orang dari mereka tidak bekerja sendiri dan makan dari hasilnya?”
Anak yang tengah menjawab: “Sebagian mereka bekerja, tapi Allahlah Yang Maha Pemberi rizki. Dia meluaskan rizki kepada sebagian dari kita dan menyempitkannya kepada sebagian yang lain untuk menguji kita, juga untuk mengetahui dengan nyata siapa yang menunaikan hak Allah dan siapa yang tidak menunaikannya.”
Anak yang bungsu berkata: “Kamu seperti ayah kita, dan nampaknya penyakit pada keluarga kita sudah merupakan penyakit keturunan.”
Sekarang anak yang tengah berkata: “ akat kamu anggap sebagai penyakit ? Laa haula wa laa quwwata illa billaah, semoga Allah memberi petunjuk kepada kalian berdua, wahai saudara-saudaraku yang mulia!”
Ketiga orang itu kemudian berpisah. Anak yang tengah pergi mengikuti jejak ayahnya, sementara kedua saudaranya yang lain pergi menjauh dari ayahnya dan menghabiskan malam-malam berikutnya dengan penuh kemarahan dan kejengkelan terhadap ayah dan saudara mereka.
Salah seorang yang fakir datang ke kebun Syaikh ‘Abdullah untuk meminta sejumlah buah-buahan buat anaknya yang sedang sakit dan menangis tiada hentinya karena tidak menemukan sesuatu pun yang dapat di makannya. Syaikh kemudian masuk ke dalam kebun untuk memetik buah-buahan, kemudian memberikan sebagiannya. Setelah itu Syaikh memberikan sejumlah uang kepadanya. Tiba-tiba si fakir berdoa dengan suara keras : ‘ Semoga Allah memberkatimu pada harta dan “surga” mu. Semoga Allah juga memberkatimu, wahai Syaikh yang baik.”
Syaikh kemudian menatap anak-anaknya dan berkata: “Karena doa seperti inilah Allah memberikan keberkahan kepada kita pada kebun dan buah-buahan kita, wahai anak-anakku.”
Hanya saja, anak yang sulung pergi sambil menggigit kedua bibirnya karena marah. Dia berkata: “Bahkan, karena si fakir dan orang-orang seperti inilah kita bakal tidak mendapatkan satu biji buah atau satu dirham pun untuk kita makan.”
Syaikh kemudian marah dan berkata: “Allah tidak akan memberikan keberkahan apapun kepadamu dan saudara-saudaramu selama kamu dalam keadaan sekikir ini.”
Anak yang tengah turut campur tangan untuk menenangkan ayahnya. Dia berkata: “Ayah, sesungguhnya saudaraku tidak bermaksud apapun. Dia hanya bermaksud bahwa ayah sudah mengeluarkan zakat harta dan buah-buahan, sehingga kita tidak perlu mengeluarkan zakat buah-buahan dan harta lagi.”
Syaikh berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya sedekah itu dapat memadamkam kemurkaan Allah dan meninggikan derajat orang-orang mukmin di surga. Sesungguhnya Allah akan memberikan untuk satu biji yang di shadaqahkan seratus kebaikan. Jika kita bershdaqah dengan tujuh biji buah, niscaya Allah akan menjadikan pada tiap-tiap biji buah itu pahala seratus biji buah, yakni semuanya menjadi tujuh ratus biji buah, sedangkan satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa. Jadi, jumlah keseluruhannya  akan menjadi tujuh ribu kebaikan. Allah akan menambah dan melipatgandakan pahala bagi siapapun yang Dia kehendaki, sebab Allah Maha Pemberi karunia yang agung.”
Anak yang tengah berkata: ”Apalagi pahala untuk orang-orang yang bershadaqah, Ayah?”
Syaikh berkata: “Allah akan memberikan pahala kepadanya yang tidak Dia berikan kepada seorang manusia pun.
Sesungguhnya pada hari kiamat matahari dekat dengan kepala, sehingga manusia membutuhkan naungan dan air karena sangat haus. Mereka tidak akan mendapatkan, selain naungan ‘Arsy Allah.
Diantara tujuh kelompok yang akan Allah masukkan ke dalam naungan-Nya pada hari tiada naungan selain naungan-Nya adalah orang yang mengeluarkan sedekahnya dengan tangan kanannya, kemudian menyembunyikan dari tangan kirinya, sehingga tangan kirinya  tidak tahu apa yang di infakkan tangan kanannya.”
Anak yang bungsu berkata dengan nada sinis: “Tapi di dunia kita butuh harta, bukan kebaikan.”
Anak yang tengah menjawab: “Tapi di akhirat kita tidak memerlukan apapun, selain kebaikan, dan akhirat lebih baik dan lebih kekal. Ketika kamu berdiri di hadapan Allah, tidak akan pernah berguna harta dan kekayaan itu, sebab itu akan hilang dan lenyap setelah kematianmu.”
Syaikh ‘Abdullah berkata: “Ketahuilah, bahwa orang yang tidak mengeluarkan zakat harta itu akan Allah jadikan pada hari kiamat kelak sebagai tontonan bagi yang lain, karena Allah akan menyiksanya dengan siksaaan yang pedih. Orang yang tidak mengeluarkan zakat akan dikurung pada hari kiamat dalam sebuah kurungan yang  terbuat dari api, hingga Allah selesai dari menghisab semua makhluk-Nya dari Adam ‘Alaihissalam hingga orang yang paling terakhir matinya.
Allah kemudian mengalihkan perhatian-Nya dengan pandangan yang murka kepada orang-orang yang tidak mengeluarkan zakatnya. Setelah itu hartanya akan berubah menjadi kalung api di lehernya, kemudian api membakar harta emas dan perak simpanannya. Selanjutnya, kening, lambung, dan punggungnya akan disetrika dengan api itu.”
Saudara sulung berkata tanpa mendengarkan perkataan ayahnya: “Bahkan aku akan bertobat sebelum mati dan Allah akan mengampuniku. Dengan demikian, aku dapat menikmati harta di dunia dan surga di akhirat.”
Meski ayahnya tidak mendengarkannya, namun Allah dapat mendengar, sebab Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar segala suara. Tiada sesuatu pun yang samar bagi-nya, karena Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Allah tidak akan menerima tobat orang yang melakukan dosa dan lupa bahwa Allah hanya menerima tobat dari orang-orang yang berniat untuk tobat, bukan orang-orang yang berniat untuk maksiat.
Semuanya kemudian berpisah ketika waktu shalat telah tiba. Ketika Syaikh ‘Abdullah bersujud, dia memanjatkan doanya: “Ya Allah, berilah petunjuk kepada anak-anakku.”
“ Aku berpesan kepada kalian untuk berbuat baik kepada orang-orang fakir dan tidak melupakan zakat hak Allah yang ada pada kebun kita.”
Demikian perkataan Syaikh ‘Abdullah di atas pembaringannya saat sedang sakit keras, sehingga tidak lama kemudian sakitnya ini membawanya kepada kematian. Rupanya Allah menghendaki pria yang baik dan pemilik ‘surga’ itu wafat, beberapa saat sebelum waktu panen tiba .
Ketiga bersaudara itu kemudian kembali setelah mereka memakamkan ayah mereka. Mereka menangisi kematian ayahnya dan bersedih karena berpisah dengannya. Setelah itu masing-masing mereka pulang ke rumah kediamannya masing-masing.
Ketika pagi menyingsing, mereka pergi menuju ke kebun tempat mereka mempersiapkan segala sesuatu untuk musim panen yang sudah dekat waktunya. Mereka mempersiapkan kebun mereka untuk menjemput musim panen ini dengan penuh kebahagiaan karena kebun tersebut memberikan hasil buah-buahan yang berlimpah ruah.
Buah-buahan yang ada di atas pohon itu seperti bintang yang menyinari langit atau lampu yang menghiasi pepohonan. Karunia itu begitu melimpah dan rizki itu sangat banyak, sehingga masing-masing dari mereka melilhat ‘surga’ itu dan mengharapkan seandainya ayah mereka masih hidup, niscaya dia akan turut merasakan kebahagiaan mereka, karena buah-buahan yang begitu banyak.
Ketiga orang itu kembali ke rumah mereka dan pembicaraan itu mulai bergulir diantara mereka.
Anak sulung berkata: “ Atas alasan apa kita harus memberikan harta kita kepada orang-orang fakir.”
Anak yang tengah menjawab: “ Ini adalah hak Allah, dan Dia telah memerintahkan ini kepada kita untuk mengeluarkannya. Demikian  juga ayahmu pun telah mewasiatkannya kepadamu sebelum dia meninggal dunia.”
Anak yang bungsu berkata: “Sesungguhnya ayah kita itu bodoh. Dia memberikan buah-buahan dan hartanya kepada orang-orang fakir. Seandainya kita menjual buah-buahan itu, niscaya kita akan menjadi orang paling kaya dan kita pun dapat menyimpan harta yang banyak.”
Anak yang tengah menjawab: “Kamu memaki ayahmu dan menuduhnya bodoh, dan kamu juga melarang zakat?”
Anak sulung berkata: “Janganlah kamu memaki ayah kita. Inilah kesalahan dirimu. Namun kamu benar jika kamu mengatakan bahwa pada tahun ini kita tidak akan memberikan sedikitpun dari buah-buahan itu kepada orang-orang fakir.”
Anak yang tengah berkata : “ Bagaimana ? Bagaimana mungkin kamu melarang sesuatu yang telah Allah perintahkan kepada kita. Apakah kamu telah lupa akan semua hal yang pernah dikatakan tentang hal ini?”
Anak bungsu berkata: “Dia saudara tuamu. Dengarkanlah apa yang dia katakan. Laksanakan apa yang dia perintahkan, kecuali kami pun akan mengharamkanmu mendapatkan buah-buahan ini.”
Anak sulung berkata: “Saudaraku, itu adalah harta kita, sedang ayahmu –semoga Allah merahmatinya- telah mengeluarkan zakat selama bertahun-tahun lamanya. Kita akan menyimpan harta ini dan tidak mengeluarkan zakatnya hanya untuk tahun ini saja. Setelah itu, kita akan mengeluarkan zakat harta ini pada setiap tahunnya.”
Anak yang tengah berkata: “Jangan lakukan itu  saudaraku, sebab barang siapa yang tidak memberikan zakat sekali, maka untuk selanjutnya berat baginya untuk mengeluarkannya.”
Anak bungsu berkata:  “Zakat, hak Allah, orang-orang fakir. Tinggalkan semua ini marilah kita buat kesepakatan, niscaya kita akan menjadi orang yang kaya raya. Harta dan buah-buahan itu akan menjadi milik kita, sedang orang-orang fakir itu, cukuplah mereka mendapatkan zakat itu di waktu-waktu yang sebelumnya.”
Anak sulung berkata: ”Aku puya ide.”
Anak bungsu bertanya: “Apa itu ?
Anak sulung berkata : “ Kita akan memanen pada malam hari dan kita akan memetik buah-buahan itu sebelum subuh, sebelum orang-orang fakir dan miskin itu masuk ke dalam kebun. Apabila orang-orang fakir itu datang pada pagi hari, mereka tidak akan mendapatkan buah-buahan itu sedikitpun. Mereka kemudian kembali tanpa membawa buah-buahan dan kita dapat melakukan apa yang kita inginkan.”
Anak yang tengah berkata: “Saudaraku, takutlah kamu kepada Allah. Mengapa kalian tidak bertasbih kepada Allah dan memanjatkan puji dan bersyukur kepada-Nya atas kenikmatan yang telah Dia karuniakan kepada kalian dan memohon ampunan kepada-Nya?”
Anak bungsu menjawab: “Kami akan memohon ampunan tapi setelah panen nanti.”
Malam telah menyelimutkan kegelapannya kepada alam, sehingga sebagian manusia tidak dapat melihat sebagian yang lain, karena kegelapan malam yang pekat.
Dari rumah Syaikh ‘Abdullah ketiga orang bersaudara itu pergi secara sembunyi-sembunyi di pagi yang masih gelap  karena mereka takut di dengar oleh salah seorang miskin, sebab ayah mereka –semoga Allah merahmatinya- selalu mengundang orang-orang yang fakir pada hari panen dan memberitahukan mereka tentang waktunya.
Karena saudara yang tengah di khawatirkan akan membongkar rahasia itu, maka kedua saudaranya pun memintanya bersumpah dengan mengatasnamakan Allah bahwa hari itu tidak akan ada seorang miskin pun yang menemui mereka.
Hal itu dilakukan oleh kedua orang itu karena mereka tahu bahwa saudaranya yang tengah pasti akan menaati perintah mereka. Dengan demikian, mereka berkeyakinan mampu untuk mencegah agar tidak mengeluarkan zakat. Masing-masing dari mereka dalam perjalanannya menuju ke kebun dibuai oleh khayalan akan mendapatkan harta yang banyak, yang akan masuk ke dalam kas mereka setelah mereka dapat menjual buah-buahan itu. Jika harta itu telah masuk ke dalam kas mereka, maka mereka dapat membeli berbagai barang, kemudian dapat menjualnya lagi, sehingga harta mereka akan bertambah dan semakin bertambah, sampai menjadi seperti gunung layaknya. Dengan harta itu, mereka akan membeli kebun yang banyak, sehingga mereka tidak hanya memiliki sebuah kebun, tetapi seribu kebun. Selanjutnya, orang-orang akan menjadi budak dan pembantu mereka.
Mereka berjalan dengan membawa impiannya masing-masing, hingga mereka sampai di kebun itu. Tiba-tiba mereka menemukan kegelapan yang sangat pekat, hingga salah seorang dari mereka hampir tidak dapat melihat tangannya sendiri.
Saudara sulung kemudian berseru: “Mengapa segelap ini ? Aku tidak dapat melihat pintu kebun.”
Saudara bungsu menjawab: “Aku benar-benar tersesat. Kita tersesat jalan.”
Saudara yang tengah berkata: “Bahkan kita menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. Allah telah mengharamkan kita dari buah-buahan di kebun itu. Tidakkah sekarang kalian melihat lokasi kebun itu telah menjadi tanah yang gosong. Sekarng Allah telah menghukum kita, sehingga  ‘surga’ yang ayah kalian telah bersusahpayah disana dan kalian tidak ingin mengeluarkan zakat darinya itu pun terbakar habis dan menjadi arang. Bukankah telah aku katakan kepada kalian bahwa hal itu akan terjadi jika kalian tidak bertasbih dan bersyukur kepada-Nya?
“ Maha Suci Tuhan kita. Sesungguhnya kita adalah orang-orang yang zalim.”
Mereka kemudian saling mencela, kemudian berkata: “Aduhai, celakalah kita. Sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas lagi zhalim. Mudah-muahan Allah akan memberi pengganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada kebun kita ini. Sesungguhnya kita telah bertobat kepada Allah dan sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita.”
Namun mereka menyesal pada saat penyesalan tidak lagi berguna dan mengakui dosa setelah datang hukuman. Oh, seandainya saja mereka mengeluarkan zakat harta mereka sebagaimana yang telah Allah perintahkan kepada mereka.
Sumber:  Kisah-Kisah dalam Alquran untuk Anak, Dr. Hamid Ahmad Ath-Thahir, Irsyad Baitus Salam.