Rabu, Juli 23, 2014

Amanah Ayah


"Nak, ayo cepat kamu bereskan pakaianmu" Bunda bicara dengan mata yang berkaca-kaca, "Mau kemana, Bunda?" Jawabku penasaran.

Tak dijawab pertanyaanku, sambil berlalu akupun pergi menyiapkan pakaianku beberapa potong dan aku masukkan ke dalam tas ransel merah jambu kesayanganku.

Sementara Bunda juga menyiapkan segala keperluannya dan dia membawa beberapa potong roti beserta air minum.

"Mau kemanakah kita, Bunda?" Aku mengulang pertanyaan, rasa penasaranku semakin memuncak, berbagai pertanyaan hadir dalam pikiran.

"Apa mungkin Bunda dan Ayah belum bayar cicilan rumah?" Pikiranku mencoba menerawang,
"Sudah siap" Tanya bunda, "Sudah Bunda" Jawabku.

Dengan tergesa-gesa Bunda menarikku untuk segera pergi, diberhentikannya mobil angkot dan rasa penasaranku semakin bertambah.

Dengan terbata Bunda menjelaskan "Ayah sekarang di rumah sakit, keadaannya kritis", "Sakit apa Ayah, Bunda?" Tanyaku dengan mata berkaca-kaca.

Kulihat Ayah terbaring dengan wajah pucat pasi, dan dipenuhi dengan banyak selang ditubuhnya, entah sakit apa yang dideritanya, Bunda tak mampu menjelaskannya kepadaku.

Tanpa berpikir yang aneh-aneh tentang kondisi Ayah akupun mengeluarkan syamil quran dan membacanya. Bunda hanya tersenyum melihatku mengaji di hadapan Ayah yang sedang bertarung dengan penyakit.

Selesai mengaji Bunda menghampiriku dan bertanya "Siapa yang suruh kamu membawa Qur'an?", "Ayah pernah berkata kepadaku, jika dalam keadaan kita sedih dan senang bawa selalu Qur'an dan Ayah juga berpesan untuk selalu mengaji setiap hari" Jawabku. Bundapun tersenyum.